Spesialis gizi klinis Marya Haryono menjelaskan obesitas berpotensi memicu sindrom metabolik yang menyebabkan meningkatnya risiko penyakit tidak menular.
Ia menjelaskan cara mendeteksi ciri mengalami obesitas dengan kategori sindrom metabolik adalah jika lingkar perut pada laki-laki di atas 90 cm dan wanita di atas 80 cm dengan diukur menggunakan meteran atau tangan masing-masing, mulai dari pusar ke punggung.
“Seseorang didiagnosis mengalami sindrom metabolik bila memiliki tiga atau lebih kondisi seperti kelebihan lemak tubuh di sekitar pinggang, gula darah (glukosa) tinggi, rendahnya kadar kolesterol HDL (baik) dalam darah, tingginya kadar trigliserida dalam darah, dan tekanan darah tinggi.
Berbagai kondisi tersebut seringkali dialami oleh orang obesitas,” ucapnya dalam acara Hari Obesitas Sedunia 2023 di Jakarta, Rabu, 1 Maret 2023.
Faktor Risiko Diabetes Melitus yang Perlu Diwaspadai Selain itu, sindrom metabolik juga bisa dianalisa dari tekanan darah, yaitu jika sistolik di atas 130 mmHg dan diastolik lebih dari 85 mmHg.
Sistolik adalah tekanan darah pada saat jantung memompa darah ke dalam pembuluh nadi sementara diastolik adalah tekanan darah pada saat jantung mengembang dan menyedot darah kembali atau pembuluh nadi mengempis kosong.
Gula darah dan kolesterol yang tinggi juga merupakan tanda obesitas dengan kategori tersebut yang dapat menyebabkan risiko penyakit jantung, diabetes, dan stroke.
Marya menjelaskan obesitas merupakan tumpukan lemak akibat ketidakseimbangan asupan yang masuk ke tubuh dengan energi yang keluar meski juga ada pengaruh dari keturunan, pola asuh keluarga, pendidikan, dan ekonomi.
Dampak obesitasDia juga mengatakan obesitas tidak hanya dialami oleh orang yang kelebihan berat badan tapi juga ada yang terjadi pada orang yang kurus.
Karena itu perlu dipantau tingkat obesitas dengan mengukur indeks massa tubuh sebagai deteksi awal yaitu berat badan dalam kilogram dibagi tinggi badan dalam meter kuadrat.
Gaya Hidup yang Memicu Hipertensi “Dampak jangka pendek anak obestitas jadi kurang aktif, sering mengantuk, tidurnya mengorok, dan jangka panjang berpotensi timbul penyakit yang kaitannya tidak menular, misalnya risiko kena stroke, serangan jantung, kencing manis, atau diabetes,” paparnya.
Dokter yang praktek di RS Siloam Kebon Jeruk ini menambahkan mengonsumsi makanan sesuai anjuran Kementerian Kesehatan RI dapat mencegah obesitas pada anak, yaitu mengonsumsi sayur dua kali lipat jumlah sumber karbohidrat dan protein, serta memerhatikan label kemasan sebelum membeli guna membatasi asupan gula, garam, lemak yang ada di makanan dan minuman “Jangan lupa untuk memilih makanan dan minuman yang tinggi protein karena bisa menjadi sumber energi bagi tubuh anak dan remaja yang memiliki banyak aktivitas,” ucapnya Selain itu juga perlu melengkapi gizi seimbang, yaitu dari lemak, karbohidrat, dan protein yang disesuaikan dengan usia dan kebutuhan anak maupun dewasa, serta melengkapinya dengan mikronutrien yang ada di setiap makanan sehat.
“Dengan mengikuti piring sehatku sesuai usia harusnya gizi seimbang bisa terpenuhi,” tandasnya.
Pilihan Editor: Bisa Bikin Obesitas, Pakar Ingatkan Susu Kental Manis Bukan untuk Bayi