Menjelang Ramadan, berbagai persiapan dilakukan masyarakat, termasuk melaksanakan sejumlah tradisi.
Seperti masyarakat Desa Tempilang Kecamatan Tempilang Kabupaten Bangka Belitung yang menggelar pesta adat Perang Ketupat di Pantai Pasir Kuning.
Kepala Desa Tempilang Rosidi Sidok mengatakan tradisi perang ketupat sudah digelar turun temurun oleh masyarakat Tempilang.
“Sebelum perang ketupat digelar, ada beberapa ritual yang dijalankan masyarakat agar terhindar dari marabahaya, berbagai penyakit dan mengharapkan tanaman yang kita tanam bisa tumbuh subur,” kata dia kepada Tempo, Ahad, 12 Maret 2023.
Cerita Nelayan Batu Perahu Lebih dari 10 Tahun Berkeras Tolak Penambangan Timah Tahapan ritual perang ketupat Dalam tradisi perang ketupat, ada beberapa ritual yang dilaksanakan masyarakat Tempilang.
Ritual pertama sebelum perang ketupat adalah Ngancak.
Dalam acara itu, masyarakat setempat menyiapkan berbagai makanan sebagai sesajen.
“Sesajen dalam ritual Ngancak ini diberikan sebagai simbol memberikan makanan untuk makhluk halus yang hidup di laut,” ujar Rosidi.
Tingkat Kepatuhan Penyampaian Laporan Awal Kecelakaan Kerja Perusahaan Tambang di Bangka Belitung Rendah Ritual kedua adalah Taber Kampung.
Dalam ritual ini, dukun kampung menyiramkan air tepung beras yang dicampur sejumlah ramuan ke rumah-rumah masyarakat dengan alat yang terbuat dari pelepah pohon pinang.
“Selama Taber Kampung ini, ada sejumlah pantangan yang harus dipatuhi masyarakat yakni selama tiga hari tidak boleh pergi melaut dan selama tiga hari juga dilarang menjemur pakaian di depan rumah,” kata Rosidi.
Setelah Taber Kampung, ritual yang digelar adalah Penimbungan.
Dalam ritual itu, masyarakat Tempilang membuat miniatur perahu yang berisi sejumlah makanan seperti ketupat dan lepat untuk selanjutnya dihanyutkan ke laut.
“Setelah perahu dihanyutkan ke laut, baru perang ketupat digelar.
Perang ketupat intinya perang melawan Lanun.
Bukan perang antara setan,” ujar Rosidi.
Rosidi mengatakan perang ketupat bermula di daerah Benteng Kuta, di mana nenek moyang atau leluhur masyarakat Tempilang marah dengan kejahatan lanun di laut.
“Saking marahnya, panglima Tempilang yang bernama Makniak sampai menampar salah satu bangunan benteng,” kata dia.
Bekas tamparan atau telapak tangan Makniak masih bisa dilihat hingga sekarang.
“Akhirnya dengan perlawanan itu, para lanun lari dan dilempar dengan ketupat oleh masyarakat,” kata Rosidi Penjabat Gubernur Bangka Belitung Ridwan Djamaluddin mengatakan ritual adat Perang Ketupat saat ini telah berkembang dan menjadi ajang silahturahmi masyarakat di Pulau Bangka.
“Ini merupakan perang persahabatan.
Kita harap tradisi ini bisa dikenalkan secara lebih luas lagi bagi masyarakat luar Pulau Bangka,” ujar dia.
Pilihan Editor: Menjelang Ramadan, Kampung di Yogyakarta Gelar Tradisi Ruwahan Bawa Sesaji Apem